Penindasan dan eksploitasi dihasilkan dari perbedaan-perbedaan dalam kekuasaan, kekayaan, atau status sosial. Sejumlah perbedaan kekuasaan tercipta melekat ke dalam susunan atau struktur biologis kita, dan karena itu lebih mudah membawa pada penindasan. Kalau dalam banyak spesies serangga kaum betinanyalah yang punya kelebihan-kelebihan—kaum jantan sering hidup hanya cukup lama untuk kawin, sedangkan kaum betina mempunyai karir yang panjang dan beragam—di kalangan mamalia kelebihan-kelebihan fisik itu cenderung berjalan ke arah berlawanan.
Contohnya, dalam banyak spesies mamalia kaum jantan cenderung jauh lebih besar dan lebih kuat daripada kaum betina. “Dimorfisme seksual” ini tampaknya mempunyai suatu nilai adaptif. Kaum jantan mengkhususkan diri dalam melindungi yang muda, karena itu mereka perlu kuat; jika kaum betina menghabiskan kebanyakan waktu mereka merawat anak-anak, mereka dibenarkan untuk lebih kecil dan kurang mengancam. Seandainya kedua jenis kelamin besar, lebih banyak makanan akan diperlukan untuk menjaga semuanya tetap bugar, sehingga dalam kondisi-kondisi kelangkaan lebih mudah bagi spesies yang secara seksual dimorfis untuk bertahan hidup. Manusia, seperti kebanyakan mamalia lain, masuk ke pola ini.
Sayangnya pembedaan fisik yang beberkat ini, yang seharuskan sama-sama memberi manfaat pada kaum pria dan kaum wanita, bisa dengan mudah dirusak. Dalam banyak masyarakat, kelebihan kekuasaan fisik yang dimiliki kaum pria dieksploitasi untuk memberi mereka kendali terhadap kehidupan kaum wanita. Di banyak Asia sistem patriarki menyisakan kaum wanita dengan sedikit pilihan terhadap nasib mereka sendiri. Pembunuhan bayi di Cina dan bagian-bagian lain dunia masih agak lazim, dan bayi-bayi perempuanlah yang paling sering dibunuh.
Bentuk-bentuk ekstrim eksploitasi juga sering diarahkan terhadap kaum wanita. Menurut sejumlah taksiran, tiap tahun satu juta gadis Asia dijual atau dijebak ke dalam yang setara dengan perbudakan. Dalam wilayah-wilayah lebih miskin Asia—India, Bangladesh, Filipina, Burma, Thailand, Sri Lanka—lingkungan-lingkungan pelacuran adalah di antara usaha paling menguntungkan. Perdagangan manusia dimungkinkan oleh kesenjangan-kesenjangan besar dalam kekayaan antara negara-negara ini dan yang kaya seperti Jepang dan kerajaan-kerajaan minyak.
Meskipun kaum wanita kerap dipaksa melawan kehendak mereka untuk melepaskan kendali atas tubuh mereka dan kebebasan pikiran mereka, banyak dari mereka tergoda memasuki pelacuran oleh janji-janji mendapat pekerjaan berupah-tinggi sebagai “penghibur.” Mereka menerima dengan harapan bisa mengirim uang kepada keluarga mereka, hanya untuk terlambat mengetahui bahwa mereka telah menyerahkan diri ke tangan para pengeksploitir keji. Kini ada sekitar 300.000 perempuan Asia impor yang menjual seks di Jepang, tapi sedikit dari mereka akhirnya menghasilkan uang; para germo dan pemilik rumah bordillah yang jadi kaya. Di Cina, seorang petani bisa membeli seorang perempuan simpanan terculik seharga $300; seorang Arab bisa membelinya di India lebih murah lagi.
Golongan orang lainnya yang secara fisik tidak beruntung—setidaknya untuk sementara—adalah anak-anak. Dalam kebanyakan periode sejarah, mereka telah dieksploitasi oleh orang-orang dewasa yang memerlukan bantuan tenaga untuk bekerja, dan yang bisa mengandalkan kolusi dari segmen-segmen masyarakat yang lebih kuasa. Di sini seorang pendeta Anglikan menggambarkan nasib khas seorang anak lelaki di sebuah pabrik tekstil Inggris selama masa jaya Revolusi Industri, pada pertengahan abad ke-19:
Dia…telah ditemukan tidur berdiri dengan lengan-lengannya penuh wol dan telah dipukul bangun. Hari ini dia telah bekerja 17 jam; dia dibawa pulang oleh ayahnya, tidak bisa menyantap makan malamnya, bangun pada pukul 4 subuh esoknya dan menanyai saudara-saudaranya apakah mereka bisa melihat lampu-lampu pabrik karena dia takut terlambat, dan lalu mati. (Adiknya, berumur 9, telah mati lebih duku….)
Kondisi-kondisi di banyak bagian dunia tidak lebih baik bagi anak-anak bahkan hari ini. Reporter penyelidik Uli Schmetzer memperkirakan bahwa di Asia 40 juta anak di bawah usia 15 harus bekerja dalam kondisi-kondisi mengenaskan, kebanyakan mereka selama lebih dari 8 jam sehari, banyak yang selama 14 jam. Menurut sejumlah taksiran, sampai 1990 sekitar 13 juta anak di Amerika hidup di bawah garis kemiskinan. Laporan-laporan penganiayaan dan penelantaran anak telah meningkat dari sekitar 669.000 pada 1976 menjadi 2.178.000 sepuluh tahun kemudian, kenaikan 300%.
Situasinya lebih jelek lagi di banyak bagian lain dunia. Menurut suatu laporan PBB baru, sekitar 10 juta anak di bawah usia 5 mati setiap tahun akibat penyakit-penyakit seperti diare atau infeksi pernafasan yang bisa dengan mudah diobati dengan terapi rehidrasi dan antibiotik; 150 juta secara klinis mengalami gizi buruk; sekitar 100 juta hidup dengan kecerdikan mereka sendirian di jalan-jalan; dan banyak lagi dianiaya, dieksploitasi, dan dipaksa melacur.
Kaum wanita dan anak-anak dibuat potensial tak berdaya oleh kekuatan fisik mereka yang relatif lemah. Ini tentu tidak berarti bahwa eksploitasi mereka tak terhindarkan, tapi itu memang lebih memudahkan bagi para penindas tak bermoral untuk memanfaatkan kekuasaan lebih mereka. Karena ini, dalam semua masyarakat, bahkan masyarakat paling sederhana, peran-peran adalah berbeda menurut gender dan umur. Semua pria mungkin setara, dan semua wanita, tetapi kaum pria dan kaum wanita akan memiliki hak-hak berbeda dan kewajiban-kewajiban berbeda, dan hak-hak dan tanggung jawab ini akan berbeda menurut umur.
Senin, 21 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar