Manusia merupakan titik pusat alam semesta karena kejadian manusia merupakan tujuan akhir penciptaan tatasurya. Dalam berbagai zaman masing-masing manusia beredar di sekitar nabi mereka masing-masing. Kemudian semua nabi beredar di sekitar Muhammad Rasulullah saw., dan beliau pada gilirannya beredar terus sambil membawa seluruh alam, di bawah bimbingan beliau, kepada Tuhan sehingga alam semesta dibawa kepada kesempurnaannya.
Tuhan berkehendak mewujudkan suatu alam semesta yang harus merupakan penjelmaan keagungan dan nur-Nya. Unsur inilah yang menjadi sebab terciptanya alam semesta. Tuhan menciptakan seluruh langit dan bumi dalam 6 masa. Sebelum itu Tuhan berdaulat di atas air. Tujuan Tuhan menciptakan seluruh langit dan bumi dari air ialah menciptakan suatu makhluk yang dibekali kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Makhluk-makhluk itu akan melalui cobaan demi cobaan dan akan berusaha berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan untuk menunjukkan siapa di antara mereka yang telah mencapai kesempurnaan (11:8). Ayat ini memperlihatkan bahwa sebelum zat mencapai bentuknya sekarang, ia berwujud cairan. Artinya, alam semesta mula-mula dijadikan dari atom-atom hidrogen murni atau air, lalu berkembang secara bertahap.
Seluruh langit dan bumi mula-mula merupakan sebuah massa yang tak berbentuk. Tuhan lalu memecahnya menjadi suatu formasi tatasurya. Kemudian Tuhan menciptakan kehidupan dari air. Alam rohani berkembang melalui proses serupa, yaitu Tuhan memecah massa zat dan pecahan-pecahannya yang berserak membangun gugusan tatasurya. Dengan begini Tuhan menciptakan perubahan-perubahan besar di alam semesta rohani.
Jika keadaan rohani umat manusia mengalami kemunduran dan suasana alam kerohanian menjadi pekat dan menyesakkan, Tuhan menerbitkan cahaya yang menyebabkan semacam kegaduhan dan kegoncangan di alam kegelapan sehingga dari massa yang tampaknya tidak berjiwa itu suatu tatasurya rohani yang bergerak abadi tercipta dan mulai menyebar dari pusat sehingga pada akhirnya meliputi seluruh negeri atau seluruh dunia, sesuai dengan tenaga penggerak yang ada di belakangnya.
Sebagaimana alam kebendaan yang mula-mula tercipta dari air, alam kerohanian juga terwujud dari air rohani, yaitu wahyu. Alam semesta berkembang secara bertahap untuk sampai ke suatu bentuk dan memiliki khasiat-khasiat yang bisa menunjang kehidupan manusia. Setelah tatasurya terbentuk, Tuhan menciptakan manusia dalam alam semesta kebendaan agar ia menjadi manifestasi sifat-sifat Tuhan dan menjadi cermin pemantul citra keindahan Tuhan dan menjadi landasan alam semesta rohani.
Makhluk ciptaan Tuhan tak terhitung jenisnya. “Dan tidak ada yang mengetahui laskar-laskar Tuhan engkau selain Dia” (74:32). Namun, makhluk manusia menempati peringkat tertinggi dan terhormat dari sekalian makhluk sebab ia memiliki peran sebagai cermin yang memantulkan sifat-sifat Tuhan. Karena itulah manusia disebut sebagai alam semesta dalam bentuk kecil karena ia memiliki sifat segala makhluk. Sebuah peta, meski berukuran kecil, memuat semua ciri khas atau fitur dari daerah yang diwakilinya. Begitu pun di alam jasmani manusia tergambar segala ciri khas alam semesta.
Karena manusia adalah titik pusat alam semesta, manusia menguasai segala makhluk dan tiada bagian alam semesta yang menguasainya. Manusia memang dipengaruhi oleh cuaca, oleh cahaya bintang-bintang dan planet-planet, oleh guntur dan petir, oleh topan dan badai, oleh wabah penyakit, namun ia sedikit pun tidak dibawahi mereka. Yang memerintah memang sering mendapat pengaruh dari yang diperintah, namun tidak sulit membedakan siapa yang memerintah dan siapa yang diperintah. Jadi, manusia memerintah sungai-sungai, samudera-samudera, gunung-gunung, angin, guruh, hujan, tumbuh-tumbuhan, obat-obatan, dll.
Tuhan menciptakan manusia melalui tingkatan demi tingkatan, keadaan demi keadaan. Ia tidaklah tercipta sekaligus sempurna, melainkan melalui proses.
“Dan sesungguhnya, Dia telah menciptakan kamu dengan keadaan yang berbeda-beda” (71:15)
Sebagaimana tubuh, akal manusia pun berkembang secara bertahap. Ketika perkembangan akal umat manusia telah mencapai taraf sempurna di mana mereka mampu membentuk masyarakat dan hidup dalam tatanan yang tertib, Tuhan menurunkan wahyu-Nya kepada orang terbaik dari umat itu, yaitu Adam. Adam adalah manusia pertama yang keadaan akalnya sudah mempunyai kesanggupan menerima wahyu dan sanggup memikul kewajiban yang dituntut oleh wahyu itu.
Wahyu itu terbatas sekali pada beberapa kaidah kemasyarakatan yang jelas dan sederhana yang mencerminkan beberapa sifat Tuhan. Mereka yang rasa sosialnya belum berkembang penuh menolak tunduk kepada Adam. Tuhan menamai mereka jin yang secara harfiah berarti orang-orang yang hidup tersembunyi. Ini karena manusia pada waktu itu hidup di dalam gua-gua dan hutan-hutan yang lebat.
Ketika Adam dan kaumnya keluar dari “taman firdaus” untuk membentuk suatu masyarakat, Tuhan memperingatkan Adam dan kaumnya agar waspada terhadap iblis, yang adalah salah seorang di antara jin-jin, dan kaumnya sebab mereka semua akan hidup bersama-sama di muka bumi ini dan di bumi ini juga mereka akan mati (7:26-28).
Selanjutnya Tuhan menetapkan bahwa nabi-nabi akan selalu muncul dan orang-orang yang percaya kepada nabi-nabi akan disamakan keadaannya seperti Adam dan kaumnya. Mereka yang menolak nabi-nabi akan disamakan keadaannya dengan jin yang menentang Adam.
Setiap nabi dibangkitkan untuk membantu manusia meniti kemajuan dalam evolusi akal dan rohani. Mereka yang menentang tingkat evolusi berikutnya dan tidak bersedia tunduk kepada pembatasan-pembatasan serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan dengan perantaraan nabi-nabi untuk membantu kelancaran proses evolusi menolak nabi-nabi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
bagus...bagus....sip rek....
Posting Komentar